Kunjungan Program Magister Hukum Ekonomi Syariah UIN Bandung ke Kamar Agama Mahkamah Agung RI

Sorotbandung.com

Ketua Kamar Agama Mahkamah Agung RI, Dr. H. Amran Suadi, S.H., M.H., M.M menerima kunjungan akademis Program Pascasarjana Magister Hukum Ekonomi Syariah UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Rabu (27/10/2021).

Misi kunjungan delegasi UIN Bandung yang dipimpin oleh Ketua Program Studi Magister HES,  Dr. Sofian Al Hakim, M.Ag tersebut adalah mengkomunikasikan gagasan terkait upaya mendukung terciptanya ekosistem ekonomi Syariah.

Dalam audiensi tersebut Ketua Kamar Agama didampingi oleh Panitera Muda Perkara Perdata Agama, Dr. Abdul Goni, S.H, M.A,  Panitera Muda Kamar Agama (Askor) Dr. Mardi Chandra, S.Ag, M.A,  serta  Dr. Khairul Anwar, S.H, M.H, dan Dr. (Cand) Abdurahman Rahim, keduanya adalah hakim yustisial/panitera pengganti Kamar Agama. 

Sementara itu delegasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung terdiri  atas 10 orang mahasiswa semester 3 (tiga) yang didampingi Ketua Program Studi Magister HES Dr. Sofian Al Hakim, M.Ag dan Sekretaris Program Studi Dr. Mohamad Sar’an, M.Ag.

Ketua Kamar Agama dalam paparannya menjelaskan mengenai PERMA nomor 4 tahun 2019 tentang perubahan atas PERMA nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana. Selain itu, Ketua Kamar Agama menjelaskan kompetensi Hakim Pengadilan Agama dalam menangani sengketa ekonomi syariah.  

Ia berharap agar  UIN Sunan Gunung Djati Bandung dapat berpartisipasi dalam sertifikasi kompetensi tersebut. Ia pun berharap  organisasi advokat seperti Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) perlu mengambil peran untuk dapat menyelenggarakan sertifikasi kompetensi penyelesaian sengketa ekonomi syariah, termasuk juga Notaris yang terlibat dalam pembuatan akad, agar akadnya benar-benar sesuai syariah.

Dalam audiensi tersebut UIN Sunan Gunung Djati Bandung menyampaikan beberapa hal dan pendapat dalam upaya mendukung terciptanya ekosistem ekonomi syariah sebagai berikut:

Pertama, Harus ada sertifikasi kompetensi untuk Catur Wangsa penegak hukum diluar Hakim (Jaksa, Polisi, dan Pengacara) dan instrumen yang terkait didalamnya agar tidak terjadi ketimpangan kompetensi, sehingga memiliki kompetensi dalam penyelesaian sengketa hukum ekonomi syariah. Untuk Hakim sendiri pihak Mahkamah Agung sudah melakukan sertifikasi kompetensi;

Kedua, Instrumen lain yang terkait didalamnya yang perlu segera sertifikasi kompetensi adalah Notaris dan Legal Drafter atau ahli hukum kontrak akad pembiyaan syariah yang ada di Lembaga Keuangan Syariah. Sampai dengan saat ini belum ada standarisasi produk akad pembiayaan syariah dan ahli hukum akad syariah yang memiliki sertifikasi kompetensi.

Inilah beberapa catatan audiensi yang diterima redaksi  dari  Ketua Program Ketua Program Studi Magister HES Dr. Sofian Al Hakim, M.Ag.

Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah

Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 14 tahun 2016 tentang tata cara penyelesaian perkara ekonomi syariah melalui gugatan sederhana yang sebelumnya diatur dalam PERMA nomor 2 tahun 2015 telah dirubah dengan PERMA nomor 4 tahun 2019 tentang perubahan atas PERMA nomor 2 Tahun 2015 tentang tata cara penyelesaian gugatan sederhana. Terbitnya PERMA Nomor 4 Tahun 2019, sesuai azasnya berlaku “Lex Posterior Derogat Legi Priori, yaitu hukum yang terbaru (lex posterior) mengesampingkan hukum yang lama (lex prior)”.  

Beberapa perubahan yang diatur dan ditambahkan dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) nomor 4 Tahun 2019 mengenai gugatan sederhana adalah:

Pertama, Nilai gugatan materiel yang dapat diajukan adalah paling banyak Rp. 500.000.000,- (limaratusjuta rupiah)

Kedua, Penggugat dapat mengajukan gugatan terhadap tergugat yang berdomisili diluar wilayah hukum penggugat dengan menunjuk kuasa hukumnya yang berdomisli di alamat yang sama dengan tergugat

Ketiga, Dimungkinkan bagi hakim untuk meletakan sita jaminan

Keempat, Adanya upaya hukum (perlawanan) verzet untuk putusan verstek

Kelima, Ditetapkannya jangka waktu aanmaning

Keenam, Dimungkinkan untuk melaksanakan persidangan secara elektronik

Kompetensi Penegak Hukum Dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah

Dalam upaya meningkatkan kompetensi Hakim untuk menangani sengketa ekonomi syariah, Mahkamah Agung telah menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (PERMA RI) No. 05 Tahun 2016 tentang Sertifikasi Hakim Ekonomi Syariah. PERMA ini mensyaratkan para hakim yang akan menyelesaikan sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama harus lulus seleksi administrasi, kompetensi, integritas dan pelatihan hakim ekonomi syariah.

Tujuannya dibuatnya PERMA ini adalah untuk mensertifikasi Hakim ekonomi syariah dan meningkatkan efektivitas penanganan perkara-perkara ekonomi syariah dalam rangka penegakkan hukum syariah. Menurut Dr. Drs. H. Amran Suadi, S.H, M.Hum, M.M,  Kepala Kamar Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia, Dari 4 (empat) ribu Hakim Pengadilan Agama di seluruh Indonesia,  sekitar 25 % (duapuluh lima prosen) atau 1000 (seribu) orang lebih sudah bersertifikasi sebagai ahli hukum ekonomi syariah, diantaranya merupakan lulusan dari Universitas King Saud, Riyadh Arab Saudi, dan selebihnya merupakan lulusan ekonomi syariah dari Sudan. 

Menurut UIN Sunan Gunungdjati Bandung, Saat ini masih terjadi kesenjangan kompetensi penegak Hukum dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah untuk penanganan sengketa ekonomi syariah. Dalam catur wangsa (empat pilar) penegak hukum, yaitu Hakim, Jaksa, Kepolisian, dan Pengacara yang terlibat dalam menangani perkara sengketa ekonomi syariah, baru Hakim saja yang telah menerapkan standarisasi kompetensi Hakim dalam penanganan perkara ekonomi syariah. Hal tersebut tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi para penegak hukum lainnya sebagai bagian dari catur wangsa penegakan hukum di Indonesia yang belum melakukan sertifikasi kompetensi penanganan penyelesaian sengketa ekonomi syariah.

Ketua Kamar Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia mengharapkan UIN Sunan Gunung Djati Bandung dapat berpartisipasi dalam sertifikasi kompetensi tersebut. Pada beberapa kesempatan dan Webinar juga, Ketua  Kamar Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia menyampaikan agar organisasi advokat seperti Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) perlu mengambil peran untuk dapat menyelenggarakan sertifikasi kompetensi penyelesaian sengketa ekonomi syariah, termasuk juga Notaris yang terlibat dalam pembuatan akad, agar akadnya benar-benar sesuai syariah.

Kompetensi Legal Drafter Akad Syariah

UIN Sunan Gunungdjati juga menyampaikan, saat ini dalam pembuatan akad atau kontrak perjanjian syariah, lembaga keuangan syariah (LKS) belum memiliki standar yang dapat menjadi pedoman atau acuan dalam membuat akad pembiayaan syariah, maka dipandang perlu agar seluruh legal drafter pembiayaan syariah memiliki sertifikasi kompetensi dalam pembuatan akad syariah. Idealnya sertifikasi kompetensi legal drafter atau ahli hukum akad syariah terafiliasi ke Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) sebagai badan independen yang bertanggungjawab kepada Presiden langsung yang memiliki kewenangan sebagai otoritas sertifikasi personil dan bertugas melaksanakan sertifikasi kompetensi bagi tenaga kerja.

Pelaksanaan pelatihan kompetensi dapat dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang mendapatkan lisensi dari BNSP, sumber daya LSP ini bisa dari stakeholder yang terlibat dalam pengembangan keuangan dan ekonomi syariah, yaitu para dosen program studi hukum ekonomi syariah dan praktisi yang menguasai hukum acara serta akad atau kontrak syariah dapat terlibat didalamnya. Materi uji kompetensi terhadap legal drafter syariah ini tentunya harus mengacu kepada kurikulum tertentu berdasarkan hukum ekonomi syariah, dalam hal ini diperlukan peran dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia sebagai lembaga yang memiliki kompetensi merumuskannya, karena DSN MUI melalui fatwanya menjadi rujukan bagi penyelesaian sengketa ekonomi syariah oleh Mahkamah Agung

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *